Rabu, 13 April 2011

Filosofi Jangkrik

Saat sedang menyusuri blog salah satu kakak kelas gue di Galan, tiba-tiba gue teringat suatu kejadian pas lagi Retreat 39. *flashback*

Jadi pas retreat hari kedua itu ada acara apaaaa gitu malem-malem. Judul sesinya lupa, tapi yang jelas semua anak kelas X dikumpulin di suatu ruangan. Nah ruangan itu diredupin lampunya. Intinya masih ada penerangan tapi cuman dikit.

Abis itu, kita disuruh merem. Gue mikir bahwa anak kelas X-nya pasti diapa-apain deh ni. Tapi gue nurut aja. Selama yang diapa-apainnya itu bareng-bareng, it’s okay lah.

Nah ini dia poin utamanya... Selagi nunggu apakah-yang-akan-terjadi, Kak Maria Paschalia Judith Justiari atau biasa dipanggil Kak Judith, menemani kami kelas X dengan filosofinya. Lucunya, filosofi ini menggunakan objek yang sangat amat tidak terduga: jangkrik.

Jangkrik?

Yep, jangkrik. Makhluk dari filum Arthropoda yang sangat amat jarang dibicarakan ini justru menjadi objek menarik setelah di-filosofi-kan oleh Kak Judith.

Saat malam datang, tanpa lampu kita tak dapat melihat apa-apa meskipun sudah ditemani terang bintang dan bulang. Tidak dapat melihat apa-apa bukan berarti tidak dapat merasakan. Masih ada 4 indera yang dapat kita gunakan selain mata. Runcingkan lagi menjadi 1 indera, indera pendengaran.
Sepasang telinga yang dianugerahkan Tuhan menandakan kita harus banyak mendengarkan, tidak sekedar mendengar.
Gelapnya malam masih memberi peluang besar pada kita untuk mendengarkan sekitar. Suara jangkrik - objek yang mungkin kasat oleh telinga namun hanya didengar. Padahal jangkrik juga merupakan karya Tuhan yang indah.
Sudah menjadi kebiasaan kebanyakan remaja memanjakan telinga sebelum tidur dengan lagu dan musik ciptaan manusia. Tanpa kita sadari atau mungkin kita pernah sadar, Tuhan sudah menyediakan suara merdu untuk membuat kita terlelap. Suara jangkrik.
Di tengah kelamnya malam, jangkrik berusaha menghibur kita dengan suaranya. Ada yang mendengarnya, ada yang benar-benar mendengarkannya, ada yang menikmatinya, ada yang meresapinya, ada yang mengacuhkannya, ada yang mengejeknya, ada yang bilang berisik, ada yang bilang merdu. Berbagai macam tanggapan dan komentar ditujukan pada suara jangkrik itu.
Tapi apakah jangkrik berhenti bersuara? Tidak! Dia tetap bernyanyi memecah keheningan malam tanpa peduli kritik atau pujian yang dia dapatkan.
Kenapa kita tidak belajar dari jangkrik? Biarpun merupakan ciptaan Tuhan yang mungil, jangkrik berusaha menghibur manusia. Bahkan biarpun dihujani kritik atau sikap tidak peduli, jangkrik tetap setia menghibur manusia. Jangkrik tetap memberi yang terbaik yang dia miliki untuk menghibur manusia. Dia percaya bahwa suaranya adalah yang terbaik yang dapat dipersembahkan.
Hewan kecil yang suaranya muncul tiap malam ini telah memberi satu pelajaran bagi kita. Mungkin kita sering meremehkan jangkrik, tapi untuk bertindak seperti jangkrik merupakan hal yang sulit bukan?

(reblog from : Blog Sok Bijak =D)


Owowowow... Magnifico! Great! Bravo Kak Judith! \(^o^)/

Dengan obyek yang kadang luput dari pandangan, yang bila dilihat hanya dipandang sekilas, ternyata bisa dijadikan obyek bagus untuk difilosofikan, dan mengena banget...

Semoga filosofi jangkrik ini bisa menjadikan kita lebih bertumbuh dan bertindak seperti jangkrik (bukan bertindak mengikuti tingkah jangkrik!)...

0 comments:

Posting Komentar

Diberdayakan oleh Blogger.

Text Widget

Follow

About me

What's Hot

You're The...

My Other Blog

Pages

Popular Posts

 

Template by BloggerCandy.com